KedaiPena.com – Menanggapi pernyataan bahwa utang Indonesia telah mencapai Rp9.000 triliun, Pakar Ekonomi, Fuad Bawazier menyatakan angka tersebut lebih buruk jika dibandingkan dengan masa orde baru maupun masa sebelum Jokowi.
“Ya dari dulu kita sebenarnya sudah mengingatkan, ini kan akumulasi dari waktu-waktu yang lampau,” kata Fuad dalam salah satu acara di Jakarta, dikutip Kamis, (28/11/2024).
Ia menyebutkan penyebab menggunungnya utang Indonesia adalah karena pemerintah menggunakan mekanisme pembiayaan berupa penerbitan Surat Utang Negara (SUN) maupun Surat Berharga Negara (SBN). Fuad mekanisme utang lewat penerbitan instrumen surat utang itu baru dikenal di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Jaman Pak Harto, Pak Habibie, lalu Gus Dur, Megawati, itu tidak ada utang SUN, SBN, itu sama sekali tidak ada,” paparnya.
Ia juga menyampaikan, ketika krisis moneter melanda Indonesia pada 1998, masalah ekonomi yang dihadapi pemerintah bukan karena masalah utang pemerintah. Sebab pemerintah sebenarnya tidak memiliki utang dalam bentuk surat berharga.
“Utang yang ada pada saat itu, dalam bentuk pinjaman bilateral maupun multilateral. Jumlahnya pun hanya ratusan triliun dan pasti utang proyek,” paparnya lagi.
Fuad menuturkan pemerintah memiliki alasan hanya mengambil utang dalam bentuk proyek. Yaitu, jenis utang yang diperuntukan untuk proyek jangka panjang dan memiliki bunga rendah. Hal itu berbeda dengan pinjaman dalam bentuk SUN atau SBN yang berarti pemerintah mendapatkan uang tunai untuk berbagai tujuan.
Ketika uang tunai hasil pinjaman itu dipakai untuk pembiayaan rutin seperti gaji ASN maupun pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR), kata dia, di situlah malapetaka mulai terjadi. Dia bilang utang itu akan menjadi menumpuk dan tak terkendali seperti sekarang.
“Salah-salah itu bisa tak terkendali, nanti buat seperti sekarang, udah buat THR, gaji, macam-macam,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa