Artikel ini ditulis oleh Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Anthony Budiawan
Tirani oligarki selama ini malu-malu. Menyembunyikan wajahnya dibalik topeng demokrasi, topeng pro rakyat kecil, dan banyak topeng-topeng lainnya. Sedikitnya sepuluh topeng, dengan sepuluh wajah. Dasamuka.
Perlahan-lahan tapi pasti, topeng demi topeng ditanggalkan. Tirani oligarki menampakkan diri, kini mencengkeram Nusantara. Dua Nusantara sekaligus. Nusantara Kalimantan Timur. Dan Nusantara Indonesia.
Masalahnya, kekuasaan tirani oligarki kini tinggal sekejap, sampai 2024. Tinggal dua tahun. Tanggal 14 Februari 2024 akan dilaksanakan pemilihan umum, termasuk pemilihan presiden. Setelah itu, ganti pemerintahan, dan presiden beserta anggota kabinetnya tidak akan diperhatikan lagi.
Dua tahun akan segera berlalu, sangat cepat. Para tirani oligarki mulai bingung, panik, dan kalap. Khawatir kebohongan demi kebohongan akan terbuka lebar. Berbagai kasus KKN akan mencuat. Kejahatan kemanusiaan bisa terbongkar. Siapa yang bisa memberi perlindungan?
Panik dan kalap sangat buruk bagi akal sehat. Membuat otak tidak bisa berpikir dengan jernih. Akhirnya yang terjadi adalah tindakan blunder. Minta hal yang mustahil dan ilegal: minta penundaan pemilu, “papa minta tambah 3 tahun”. Semua ini melawan keinginan rakyat.
Tirani oligarki pantang menyerah. Menteri dan Ketum Parpol dikerahkan untuk propaganda penundaan pemilu. Masyarakat tidak tinggal diam. Kecaman datang bertubi-tubi, melawan pengkhianat kedaulatan rakyat, pengkhianat demokrasi.
Bersamaan dengan itu, BuzzeRp juga dikerahkan. Tapi kali ini terpental. Karena tidak banyak BuzzeRp yang berani menyuarakan kejahatan konstitusi. Hanya buzzeRp yang nekat saja yang masih mau. Buktinya, lembaga survei mulai balik badan, membantah mentah-mentah semua pernyataan penundaan pemilu adalah keinginan rakyat. Sepertinya tidak lama lagi akan banyak yang menyusul balik badan.
Tetapi, Ketum Parpol semakin nekat. Dikabarkan, Airlangga membujuk Surya Paloh, Nasdem, dukung penundaan pemilu. Padahal Surya Paloh secara tegas sudah menolak. Siapa tahu akan goyah?
Luhut turun tangan. Mungkin karena panik dan kalap juga. Awalnya bilang tidak tahu-menahu wacana “kudeta konstitusi” penundaan pemilu. Sekarang mulai agresif, sangat agresif. menjadi garda terdepan menyuarakan penundaan pemilu. Alasan pembenaran dipropagandakan.
Blunder. Panik dan kalap membuat alasan mengada-ada. Bahkan menjadi ejekan masyarakat. Big Data menjadi Big ‘Liar’. Klaim penundaan pemilu kemauan masyarakat langsung dibantah Drone Emprit dan Lembaga Survei lainnya, yang menyatakan mayoritas masyarakat menolak penundaan pemilu. Kredibilitas terpuruk!
Namun demikian, lobby kepada ketum parpol mungkin masih akan berjalan terus. Bahkan bisa bertambah intens. Semua kekuatan dikerahkan, all-out sampai berhasil. Untuk itu, masyarakat harus waspada. Tidak boleh lengah sampai 2024.
Blunder kedua, terkait ibu kota negara yang bermasalah. UU dibahas dan disahkan super cepat, terkesan sembunyi-sembunyi, melanggar konstitusi sehingga menuai gugatan masyarakat. Konsep otorita melanggar kedaulatan daerah, merebut tanah milik daerah menjadi milik otorita, milik pemerintah pusat: aneksasi.
Tidak ada satu orang yang cukup normal bisa mengerti pemindahan ibu kota yang penuh metamistik ini. Softbank juga tidak mengerti, tidak tertarik terlibat di Nusantara. Mungkin juga marah dijadikan bahan marketing dan pencitraan terus.
Akhirnya, terbongkar juga. Pemindahan ibu kota ternyata masalah proyek. KPK mengatakan ada bagi-bagi kapling. Kemudian, petinggi konglomerat ditunjuk sebagai nakhoda Nusantara. Dia berasal dari group Sinar Mas. Konglomerat yang sangat dekat dengan kekuasaan. Isunya bahkan sudah “menguasai” penguasa, apa benar? Makanya, kasus kebakaran hutan selesai dengan “damai”? Dan investasi ke beberapa perusahaan startups anak presiden Jokowi juga sangat lancar?
Proyek Kota Nusantara terus dikejar. Dipaksa harus mulai tahun ini. Karena defisit anggaran 2022 masih dibolehkan tidak terbatas, dengan rencana defisit mencapai Rp868 triliun. Tentu saja menjadi sasaran empuk buat bagi-bagi proyek, dan bagi-bagi kapling? Enaknya, pemerintah pusat bisa menentukan anggaran secara sepihak, tanpa perlu melibatkan DPR. Karena, DPR yang tidak lagi mewakilkan rakyat, melainkan merwakilkan parpol, sudah menyerahkan kedaulatannya kepada penguasa.
Panik dan kalap menghasilkan kebijakan ilegal. Tirani oligarki nekat. Wacana penundaan pemiliu merupakan kudeta konstitusi. Pengesahan UU IKN dengan konsep otorita melanggar konstitusi dan kedaulatan daerah, merebut tanah milik daerah: aneksasi. Penunjukan petinggi sinar mas sebagai nakhoda Nusantara juga melanggar konstitusi, karena kepala daerah seharusnya dipilih secara demokratis. Nakhoda juga berasal dari oligarki?
Kebijakan tersebut tidak bisa menyelamatkan rezim. Bahkan jadi blunder. Mengundang caci maki lebih besar. Karena tidak ada rakyat yang suka dengan tirani pemerkosa demokrasi.
(###)