KedaiPena.Com- Fenomena masuknya kalangan artis yang terjun di kancah politik praktis karena memang pemilu dimaknai sekadar menang kalah. Demokrasi sekadar dipahami sebagai kontestasi elektoral.
Salah satu yang patut jadi sorotan ialah bergabungnya artis komedian papan atas Denny Cagur ke Partai Amanat Nasional (PAN)
Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo saat menanggapi fenomena politik selebritas yang memang sudah terjadi bertahun-tahun.
“Denny Cagur hanya menambah deretan nama artis yang bergabung di Partai Amanat Nasional (PAN). Yang paling penting untuk dikaji adalah fenomena politik yang mengandalkan popularitas artis,” kata Karyono Wibowo, dalam keterangan, Selasa, (19/1/2021).
Karyono menilai, apa yang dilakukan oleh PAN dan juga partai lainnya dengan menggaet artis ibu kota semakin menandakan mereka terjebak dalam situasi politik instan.
“Yang sekadar mementingkan popularitas demi kepentingan politik elektoral,” papar Karyono.
Di satu sisi, lanjut Karyono, hal itu menunjukkan, PAN semakin gamang dalam menghadapi kompetisi pemilu ke depan. Terlebih lagi, pendiri PAN Amien Rais sudah mendirikan partai UMMAT yang akan menjadi salah satu pesaing pada pemilu nanti.
“Di sisi lain, kegundahan pimpinan PAN bisa dipahami karena mereka tidak ingin PAN semakin tenggelam dan menjadi partai gurem. Tetapi sayangnya, hampir semua partai lebih memilih jalan pintas dan instan dalam menjaga dan meningkatkan perolehan suara, yaitu cukup merangkul para artis untuk bergabung di partai,” ungkap Karyono.
Meski demikian, Karyono memandang, langkah ini memang cukup membantu, minimal mempertahankan suara PAN di tengah kompetisi sengit antar partai.
“Bagi PAN, merekrut kalangan artis bukan kali ini saja, melainkan sudah dilakukan sejak periode kepemimpinan sebelumnya. Deretan nama artis semakin banyak di era kepemimpinan Sutrisno Bachir, dilanjutkan Hatta Rajasa hingga Zulkifli Hasan,” tutur karyono.
Karyono menegaskan, falam iklim demokrasi elektoral yang didorong oleh hasrat untuk mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya. Oleh sebab itu, figur artis cukup efektif untuk dikapitalisasi sebagai vote getter, meskipun pengaruhnya bervariasi dalam mendongkrak suara.
‘Tapi minimal dapat menjadi pengepul suara di setiap perhelatan pemilu. Fenomena merangkul artis populer bukan hanya terjadi di PAN, melainkan semua partai juga melakukan hal yang sama. Pasalnya, dalam kontestasi politik kontemporer, “memaksa” partai perlu merangkul figur publik yang memiliki pengaruh di masyarakat,” kata Karyono.
“Inilah tantangan semua partai yang seharusnya melakukan dan mengedepankan proses kaderisasi untuk melahirkan dan mencetak kader-kader berkualitas, tidak sekadar mengandalkan popularitas secara instan,” pungkas Karyono.
Laporan: Muhammaf Hafidh