KedaiPena.Com – Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani meminta, agar tidak mengorbankan anak bangsa seperti Anak Buah Kapal (ABK) hanya karena syhwat ego sektoral yang berorientasi pada kewenangan serta berelasi dengan anggaran.
Hal tersebut disampaikan oleh Brani begitu Benny Rhamdani disapa seusai rangakaian kegiatan migrant day, di Pantai Batamsari, Kota Tegal, Jawa Tengah, Minggu, (15/11/2020). Dalam kegiatan tersebut, Brani turut bertemu dengan PMI dan ABK asal Tegal.
“Hentikanlah syhwat dan ego sektoral kelembagaan terkait ingin menguasai urusan-urusan yang seharusnya itu dikerjakan kementerian dan lembaga lain. Apalagi, jika berorientasi dengan kepentingan anggaran, itu terlalu primitif dan rendah bagi para pejabat negara yang di sumpah untuk mengandirikan dirinya untuk negara, bangsa dan juga ke masyarakat,” tegas Brani kepada awak media.
Brani menjelaskan, dengan perubahan Undang-Undang 18 tahun 2017 tata kelola penempatan perlindungan ABK ini semakin baik dan menemukan idealitasnya. Selama belum ada UU tersebut, kata Brani, BP2MI hanya bisa melakukan penanganan di wiliayah PMI di wilayah landbase.
“Karena dulu di Undang-Undang nomor 39 tahun 2004, BP2MI tidak memiliki mandat terkait penanganan PMI di wilayah sibase. Kita hanya menangani PMI di wilayah landbase, nah sekarang jelas mandatory urusan-urusan PMI di wilayah sibase itu diserahkan dalam satu kamar ke Kementerian Ketenagakerjaan,” papar Politikus Hanura ini.
Brani menambahkan, dalam aturan lama di Undang-Undang nomor 39 tahun 2004 setiap Kementerian dan Lembaga memiliki kewenangan sehingga menyebabkan tumpang tindih.
“Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) memiliki kewenangan, Kemenaker memiliki kewenangan, BP2MI memiliki kewenangan, Dinas perdagangan juga memiliki kewenangan. Itulah sumber masalah sebetulnya, menambah semerautnya berantakannya carut marut penanganan pekerja migran Indonesia,” ungkap Brani.
Brani mengungkapkan, bahwa peraturan pemerintah terkait dengan ABK saat ini sudah sampai tahap harmonisasi dan hanya tinggal menunggu tanda tangan dari Presiden Jokowi.
“Saya mendapatkan informasi dan ini kritik saya ke Hubla yang berkeinginan masa transisi pemberlakuan PP 2 tahun. Menurut kami ini terlalu lama cukup 3 bulan paling lama lambat 6 bulan karena dengan 2 tahun kami juga wajib curiga kepada Hubla kepentingannya apa,” papar Brani.
Brani memastikan, jika peraturan tersebut tidak buru-buru diberlakukan, maka akan memperpanjang daftar masalah dan korban-korban jiwa yang akan dialami ABK yang merupakan anak-anak bangsa
“Yang pasti, jika PP ditandatangani menjadi PP kewenangan domainnya ada di kementerian ketenagakerjaan koornya, maka BP2MI sebagai supporting sistem Badan penempatan dan pelindungan tidak menyesuaikan regulasi turunannya dari pp ini dalam bentuk Permenaker,” kata Brani.
Brani melanjutkan, nantinya permenaker ditindaklanjuti dengan apa Peraturan Kepala Badan, sehingga fokus penempatan PMI awak kapal niaga perikanan terampil dan professional itu bisa diwujudkan.
“Mengawasi manning agency (Perusahaan perekrutan dan penempatan awak kapal kemudian juga perusahaan-perusahaan yang brengsek di masa lalu itu juga tentu kita berikan sanksi tegas, tidak hanya tunda layan tentu juga rekomendasi kepada kementerian ketenagakerjaan untuk di cabut surat izinnya,” ungkap Brani.
Brani sekali lagi mengaku, kecewa karena kewenangan tersebut tidak berada di BP2MI. Dirinya mengaku yakin, jika kewenangan tersebut di bawah lembaga yang ia pimpin maka sudah ratusan perusahaan yang disebut manning agency tersebut tutup.
“Untuk apa kita bekerjasama dengan mereka, untuk apa mereka ada dengan alasan merekrut dan menempatkan pekerja tapi sebetulnya orientasinya mengambil keuntungan besar tanpa memberikan perlindungan keselamatan jiwa para pekerja migran,” tandas Brani.
Laporan: Muhammad Hafidh