KedaiPena.Com – Saat ini DPR sedang menggodok RUU Pemilu, arus besar elit politik masih menghendaki adanya presidential threshold bagi pencalonan presiden. Sayang sekali, pola lama masih dipertahankan padahal zaman telah berubah.Â
Demikian dikatakan Sya’roni, Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) dalam keterangannya di Jakarta, ditulis Senin (16/1).
“Di era medsos seperti saat ini, elit politik harus lebih responsif dalam menangkap aspirasi. Sudah tidak zaman lagi jika elit politik masih merasa sebagai pihak yang paling berhak mengurus negara ini, termasuk dalam menentukan kandidat capres,” kata dia.Â
Revolusi medsos telah menjadikan publik sudah mampu menembus ruang-ruang privat yang sebelumnya hanya milik para elit politik. Dan kekuatan medsos terbukti sudah berkali-kali mampu mempengaruhi kebijakan penguasa.Â
“Untuk itu, dalam hal Pilpres 2019 yang akan dilaksanakan berbarengan dengan pemilu legislatif, hendaknya elit politik tidak lagi berpikiran konservatif dengan kokoh mempertahankan adanya presidential threshold,” sambungnya.Â
Jelas sekali, adanya presidential threshold hanya dimaksudkan untuk menjegal figur alternatif. Rakyat akan disuguhi figur itu-itu saja yang terbukti hingga hari ini gagal membawa perubahan bagi bangsa Indonesia. Elit politik sudah harus sadar bahwa rakyat sudah semakin pintar, maka berilah banyak alternatif calon pemimpinnya.Â
“PT sudah tidak relevan lagi, biarkanlah seluruh parpol mencalonkan kandidat dalam pilpres. Sebagaimana di pilpres Amerika Serikat, arus bawah sudah diberi kesempatan untuk menentukan capresnya melalui ajang konvensi. Dari konvensi parpol itulah akan muncul satu kandidat yang akan bertarung di Pilpres,” tambah Roni, sapaannya.Â
Di Indonesia bisa mengadopsinya dengan memperbanyak capres dan rakyatlah yang akan menentukan kandidat mana yang berhak untuk lolos putaran kedua. Elit politik tidak usah khawatir akan kemampuan rakyat dalam memilih pemimpinnya.Â
“Sekali lagi, di era medsos rakyat sudah sangat cerdas dan sudah mampu menjangkau informasi yang selama ini hanya terbatas di kalangan elit. Elit politik harus introspeksi bahwa seleksi kepemimpinan nasional seperti yang selama ini dilakukan ternyata gagal membawa perubahan,” beber dia.Â
Laporan: Muhammad Hafidh
Foto: Istimewa