KedaiPena.com – Penghapusan mandatory spending pada UU Kesehatan, dinilai tak tepat. Dan langkah tersebut dilakukan diduga, hanya karena pemerintah selama ini tak mampu memenuhi target penganggaran.
Managing Director PEPS, Anthony Budiawan menyatakan dengan UU Kesehatan yang baru, anggaran kesehatan kemungkinan besar akan terpangkas lagi, sedangkan beban bunga pinjaman akan bertambah terus.
“Sehingga, belanja untuk anggaran kesehatan akan jauh lebih rendah lagi dari pada beban bunga pinjaman. Indonesia ke depan akan semakin terjebak menjadi negara gagal sistemik,” kata Anthony, Rabu (19/7/2023).
Ia mengemukakan bahwa mandatory spending merupakan belanja negara yang terikat untuk memenuhi kewajiban UU (terkait kesehatan), sehingga belanja (pengeluaran) tersebut tidak dipolitisir.
“Artinya, siapapun, atau dari partai manapun, yang nantinya akan memerintahkan, wajib memenuhi mandatory spending tersebut,” urainya.
Lagipula, menurutnya, mandatory spending, misalnya pengurangan angka stunting, juga bisa berbasis kinerja.
“Mandatory spending bukan merupakan pengeluaran APBN yang tidak terukur. Jika ada Anggota Dewan yang menyatakan bahwa anggaran sesuai kinerja, sepertinya yang bersangkutan tidak mengerti apa yang dimaksud dengan mandatory spending,” urainya lagi.
Anthony memberikan contoh, di Amerika Serikat, anggaran kesehatan terdiri dari 88 persen until mandatory spending.
“Cuma di Indonesia saja anggaran dibuat ribet, karena pengguna anggaran kebanyakan tidak mengerti permasalahan. Dengan mandatory spending yang sekarang, juga ada sasaran kinerjanya,” kata Anthony lebih lanjut.
Alasan mandatory spending dihilangkan, menurutnya, karena pemerintah selama ini tidak bisa memenuhi kewajibannya sesuai UU, dan ke depannya tidak mau memenuhi UU tersebut. Sehingga dibuat mengambang.
“Yang dirugikan adalah seluruh rakyat Indonesia, khususnya rakyat berpendapatan mendengar bawah. Maka hancur negara ini, diurus dengan orang yang tidak mengerti apa-apa. Cuma bisanya mendengar alasan pemerintah saja, memberi stempel, untuk mencapai tujuan pemerintah menggolkan UU yang kontroversial,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa